Pada suatu hari di SMA yang dikenal akan prestasi dan
kedisiplinannya. Secara resmi, Riswan diterima sebagai siswa setelah ia melalui
ujian terakhir untuk masuk ke sekolah tersebut yaitu masa orientasi siswa. Sebelumnya,
Riswan sudah dikenal dan mempunyai banyak teman karena kemampuan
bersosialisasinya yang sudah tidak diragukan lagi. Oleh teman teman barunya, ia
dikenal sebagai anak yang baik, rajin, dan tidak suka membangkang. Ia membuat
orang orang di sekolah yang baru ia kenali itu terpikat oleh sikapnya. Ia juga
memiliki kemampuan intelektual yang cukup baik.
Karena ketenarannya, banyak siswa lain yang iri
terhadap Riswan. Firman salah satunya,
“Kau yang bernama Riswan?”. tanya Firman seakan
megancam.
“Iya”. jawab Riswan singkat.
“Kau jangan sombong, aku yang paling tenar di
sekolah ini. Kau pasti hanya menyembunyikan sisi jelekmu dibalik sisi baikmu
itu, benar bukan?”.
“Tidak”. jawab Riswan dengan ekspresi tak bersalah.
Firman menghentikan perdebatan mereka sebelum
mengundang perhatian siswa siswi yang lain, dan percakapan tersebut menjadi
percakapan pertama dan terkhir bagi mereka.
Prediksi
teman temannya yang layaknya komentator sepak bola ternyata memang benar. Berbulan
bulan setelah diterimanya di sekolah tersebut, ia telah terbiasa dengan
lingkungan barunya dan ia tak canggung lagi berkata kasar dalam pergaulannya. Ia
bahkan berani menantang kakak kelasnya beradu pukul. Sejak saat itu ia
dirangkul menjadi salah satu anggota geng kelas kakap di sekolahnya dan tentu
saja ia semakin menjadi jadi, kadang ia
juga membolos pada jam mata pelajaran yang tidak ia senangi. Tak terlalu jelas
alasannya sehingga ia nekat membolos, sebab hampir seluruh mata pelajaran ia
tidak senangi.
Selain
membolos, ia juga mempunyai kesenangan yang lain yang tentunya sifatnya
sementara. Tentu saja, tak lain seperti kebanyakan kesenangan remaja labil yang
lainnya, rokok. Tak sulit baginya untuk menemukan benda kecil ini, entah itu
dari sakunya sendiri, meminta dari teman satu kelompok, atau bahkan merampas
uang saku milik orang lain unruk mendapatkan benda yang katanya nikmat itu. Biasanya
ia menkmati benda mungil itu saat ia berkumpul bersama teman temannya di
pinggir jalan atau di rumah orang yang tak jelas siapa pemiliknya. Tujuan
mereka berkumpul hanya untuk bersenda gurau, menghabiskan waktu bersama, dan
sebagai wujud dari rasa yang mereka anggap sebagai solidaritas bagi sesama
anggota kelompok.
Tak
berhenti berbuat sensasi, Riswan terus beraksi. Ia berhasil mengembangkan
kemampuannya melarikan diri dari guru piket. Kali ini ia berhasil mengelabui
para pahlwan tanpa tanda jasa dengan membuat sepucuk surat dengan keterangan
sakit yang tentu saja palsu.Namun pada awalnya tak ada yang curiga, sebab ia
sangat pandai membuat gaya tulisan yang mirip dengan tulisan para pahlawan
revolusi dan menirukan tanda tangan ayahnya layaknya mesin fotokopi. Ia tak
berada di sekolah tetapi ia juga tak berada di rumah. Ia melakukan hal tersebut
berkali kali, seakan rutin sebulan sekali. Perbuatannya tentu mengundang pertanyaan,
tak terkecuali temannya sendiri.
“Wan, mengapa akhir akhir ini kamu sering sakit?” tanya
Rusdi, teman Riswan.
“Iya, saya memang orang yang gampang sakit” tanggap
Riswan.
“Tapi kamu kan olahragawan?”
“Sakitku mungkin juga karena kelelahan”
Suasana hening, jawaban Riswan sangat masuk akal
bagi temannya itu. Kemampuan barunya muncul secara tiba tiba.
Seperti
kata pepatah, “Sepandai pandai tupai melompat, akhirnya akan jatuh juga”.
Perbuatan remaja bandel ini terungkap setelah timbul kecurigaan oleh wali
kelasnya. Sang wali mengirim sepucuk surat kepada orang tua Riswan tanpa
sepengetahuan Riswan.
Sepulang
sekolah, tak tahu mengapa Riswan tak bergabung dengan kelompoknya. Ia memilih
segera pulang ke rumah. Di rumah, ia sudah ditunggu oleh ibunya yang sedang
meredam rasa panas dalam hatinya. Baru saja ia masuk ke dalam rumah, ibunya
langsung bertanya,
“Kamu kemana belakangan ini?”.
“Maksud Ibu?”.
“Sudah berapa hari kamu tidak kesekolah?”
Riswan tak bisa menjawab, sementara itu ibunya terus
mengeluarkan suara nyaring.
“Sekali lagi kamu berbuat kesalahan, Ibu akan
menyekolahkanmu di pesantren”. ibu mengancam.
Riswan kaget dan hanya bisa mengangguk mendengar
perkataan ibunya.
Keesokan
harinya, teman temannya sudah mengetahui apa yang selama ini dia lakukan. Ia
seakan dikucilkan dari pergaulan tak terkecuali dari gengnya. Hanya seorang
anak yang mau mendengarkan keluh kesahnya.
“Mal, bagaimana rasanya hidup di pesantren?” tanya
Riswan kepada Akmal
“Bagus, kita bisa hidup mandiri d sana. Memangya kenapa?”.
“Tidak, aku hanya bertanya”.
Akmal terdiam, tak mengerti apa yang dipikirkan oleh
kawannya itu.
Setelah bel tanda waktu
pulang berbunyi, Riswan menemui kepala sekolahnya. Saat itu, ia melakukan hal
yang mengejutkan dan membuat kepala sekolahnya kaget, sebab ialah siswa pertama
yang melakukan perbuatan ini. Sesampainya di rumah, ia memberi tahu kepada
ibunya apa yang baru saja ia lakukan. Seketika ibunya menangis di hadapan
anaknya, berbeda dengan apa yang ia lakukan sebelumnya.
Keesokan
harinya lagi, diatas meja guru di kelas sepuluh. Akmal melihat sepucuk surat
yang tertera nama Riswan diatasnya. Akmal menggelengkan kepala, menduga isinya
adalah surat sakit yang palsu, seperti yang biasa Riswan lakukan. Akmal sangat
kaget saat membaca surat tersebut berisi permintaan maaf Riswan terhadap semua
orang yang telah ia tipu terutama teman teman dan guru gurunya. Riswan menuruti
permintaan ibunya untuk masuk ke pesantren, meski itu hanya ancaman belaka.
Akmal masih menganga
setelah membaca isi surat itu, namun dalam hati ia berpesan pada Riswan
“Jadilah pribadi yang lebih baik kawan, semoga kau tak sakit lagi”
Author : Achmad
Zulhikam Syarifuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sebelumnya telah berkunjung ke my blog "Anak Bangsa Berkarya".
Berkunjung lagi ya kali lain! Silahkan memberi komentar atas postingan yang ada!