Welcome to My Blog "SABRIANAH BADARUDDIN"

Selasa, 05 Juni 2012

Surat Terakhir


Pada suatu hari di SMA  yang dikenal akan prestasi dan kedisiplinannya. Secara resmi, Riswan diterima sebagai siswa setelah ia melalui ujian terakhir untuk masuk ke sekolah tersebut yaitu masa orientasi siswa. Sebelumnya, Riswan sudah dikenal dan mempunyai banyak teman karena kemampuan bersosialisasinya yang sudah tidak diragukan lagi. Oleh teman teman barunya, ia dikenal sebagai anak yang baik, rajin, dan tidak suka membangkang. Ia membuat orang orang di sekolah yang baru ia kenali itu terpikat oleh sikapnya. Ia juga memiliki kemampuan intelektual yang cukup baik.
Karena ketenarannya, banyak siswa lain yang iri terhadap Riswan. Firman salah satunya,
“Kau yang bernama Riswan?”. tanya Firman seakan megancam.
“Iya”. jawab Riswan singkat.
“Kau jangan sombong, aku yang paling tenar di sekolah ini. Kau pasti hanya menyembunyikan sisi jelekmu dibalik sisi baikmu itu, benar bukan?”.
“Tidak”. jawab Riswan dengan ekspresi tak bersalah.
Firman menghentikan perdebatan mereka sebelum mengundang perhatian siswa siswi yang lain, dan percakapan tersebut menjadi percakapan pertama dan terkhir bagi mereka.
            Prediksi teman temannya yang layaknya komentator sepak bola ternyata memang benar. Berbulan bulan setelah diterimanya di sekolah tersebut, ia telah terbiasa dengan lingkungan barunya dan ia tak canggung lagi berkata kasar dalam pergaulannya. Ia bahkan berani menantang kakak kelasnya beradu pukul. Sejak saat itu ia dirangkul menjadi salah satu anggota geng kelas kakap di sekolahnya dan tentu saja ia semakin menjadi jadi, kadang  ia juga membolos pada jam mata pelajaran yang tidak ia senangi. Tak terlalu jelas alasannya sehingga ia nekat membolos, sebab hampir seluruh mata pelajaran ia tidak senangi.
            Selain membolos, ia juga mempunyai kesenangan yang lain yang tentunya sifatnya sementara. Tentu saja, tak lain seperti kebanyakan kesenangan remaja labil yang lainnya, rokok. Tak sulit baginya untuk menemukan benda kecil ini, entah itu dari sakunya sendiri, meminta dari teman satu kelompok, atau bahkan merampas uang saku milik orang lain unruk mendapatkan benda yang katanya nikmat itu. Biasanya ia menkmati benda mungil itu saat ia berkumpul bersama teman temannya di pinggir jalan atau di rumah orang yang tak jelas siapa pemiliknya. Tujuan mereka berkumpul hanya untuk bersenda gurau, menghabiskan waktu bersama, dan sebagai wujud dari rasa yang mereka anggap sebagai solidaritas bagi sesama anggota kelompok.
            Tak berhenti berbuat sensasi, Riswan terus beraksi. Ia berhasil mengembangkan kemampuannya melarikan diri dari guru piket. Kali ini ia berhasil mengelabui para pahlwan tanpa tanda jasa dengan membuat sepucuk surat dengan keterangan sakit yang tentu saja palsu.Namun pada awalnya tak ada yang curiga, sebab ia sangat pandai membuat gaya tulisan yang mirip dengan tulisan para pahlawan revolusi dan menirukan tanda tangan ayahnya layaknya mesin fotokopi. Ia tak berada di sekolah tetapi ia juga tak berada di rumah. Ia melakukan hal tersebut berkali kali, seakan rutin sebulan sekali. Perbuatannya tentu mengundang pertanyaan, tak terkecuali temannya sendiri.
“Wan, mengapa akhir akhir ini kamu sering sakit?” tanya Rusdi, teman Riswan.
“Iya, saya memang orang yang gampang sakit” tanggap Riswan.
“Tapi kamu kan olahragawan?”
“Sakitku mungkin juga karena kelelahan”
Suasana hening, jawaban Riswan sangat masuk akal bagi temannya itu. Kemampuan barunya muncul secara tiba tiba.
            Seperti kata pepatah, “Sepandai pandai tupai melompat, akhirnya akan jatuh juga”. Perbuatan remaja bandel ini terungkap setelah timbul kecurigaan oleh wali kelasnya. Sang wali mengirim sepucuk surat kepada orang tua Riswan tanpa sepengetahuan Riswan.
            Sepulang sekolah, tak tahu mengapa Riswan tak bergabung dengan kelompoknya. Ia memilih segera pulang ke rumah. Di rumah, ia sudah ditunggu oleh ibunya yang sedang meredam rasa panas dalam hatinya. Baru saja ia masuk ke dalam rumah, ibunya langsung bertanya,
“Kamu kemana belakangan ini?”.
“Maksud Ibu?”.
“Sudah berapa hari kamu tidak kesekolah?”
Riswan tak bisa menjawab, sementara itu ibunya terus mengeluarkan suara nyaring.
“Sekali lagi kamu berbuat kesalahan, Ibu akan menyekolahkanmu di pesantren”. ibu mengancam.
Riswan kaget dan hanya bisa mengangguk mendengar perkataan ibunya.
            Keesokan harinya, teman temannya sudah mengetahui apa yang selama ini dia lakukan. Ia seakan dikucilkan dari pergaulan tak terkecuali dari gengnya. Hanya seorang anak yang mau mendengarkan keluh kesahnya.
“Mal, bagaimana rasanya hidup di pesantren?” tanya Riswan kepada Akmal
“Bagus, kita bisa hidup mandiri d sana. Memangya kenapa?”.
“Tidak, aku hanya bertanya”.
Akmal terdiam, tak mengerti apa yang dipikirkan oleh kawannya itu.
           
Setelah bel tanda waktu pulang berbunyi, Riswan menemui kepala sekolahnya. Saat itu, ia melakukan hal yang mengejutkan dan membuat kepala sekolahnya kaget, sebab ialah siswa pertama yang melakukan perbuatan ini. Sesampainya di rumah, ia memberi tahu kepada ibunya apa yang baru saja ia lakukan. Seketika ibunya menangis di hadapan anaknya, berbeda dengan apa yang ia lakukan sebelumnya.
            Keesokan harinya lagi, diatas meja guru di kelas sepuluh. Akmal melihat sepucuk surat yang tertera nama Riswan diatasnya. Akmal menggelengkan kepala, menduga isinya adalah surat sakit yang palsu, seperti yang biasa Riswan lakukan. Akmal sangat kaget saat membaca surat tersebut berisi permintaan maaf Riswan terhadap semua orang yang telah ia tipu terutama teman teman dan guru gurunya. Riswan menuruti permintaan ibunya untuk masuk ke pesantren, meski itu hanya ancaman belaka.
Akmal masih menganga setelah membaca isi surat itu, namun dalam hati ia berpesan pada Riswan “Jadilah pribadi yang lebih baik kawan, semoga kau tak sakit lagi”

Author   : Achmad Zulhikam Syarifuddin
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sebelumnya telah berkunjung ke my blog "Anak Bangsa Berkarya".
Berkunjung lagi ya kali lain! Silahkan memberi komentar atas postingan yang ada!