Welcome to My Blog "SABRIANAH BADARUDDIN"

Selasa, 05 Juni 2012

Penyesalan


      Pukul 7 pagi tak seperti biasanya, cahaya matahari yang biasa bersinar dengan lembut nan teduh kini berubah menjadi mendung. Seperti hatiku saat ini. Dulu, pagi-pagi buta aku telah bersiap untuk mencari ilmu di bangku sekolah. Namun, sekarang aku hanya dapat memandang sekumpulan besi panjang yang terangkai rapi dengan kuat. Berdiam diri ditempat yang terasa sesak dan menyengat, seperti hidupku yang telah digenggam kegelapan malam.
      Aku merasakan pahitnya hidup di tempat ini, tempat berkumpulnya para nyawa yang telah di genggam oleh tubuh mereka sendiri. Ya... aku berada dalam jeruji besi. Menghadapi berbagai rupa yang tersembunyi dibalik kabut hitam maupun kabut putih. Dan aku menjadi salah seorang dari mereka, yang bersembunyi di balik kabut hitam maupun kabut putih. Dan aku menjadi salah seorang dari mereka, yang bersembunyi di balik kabut hitam. Menjadi seorang yang merenggut nyawa ayah tirinya sendiri. Seorang ayah yang hanya dapat meminta uang, memukul, mencaci maki, bahkan membuat ibuku terbaring lemah tak berdaya.
      Terbayang olehku, sosok wanita lembut yang telah renta. Wanita yang dulu selalu berada disampingku, setiap hari membelai dan mencium keningku ketika hendak tenggelam dalam pangkuan malam, membangunkanku di tengah kesunyian malam untuk mengucapkan lafadz-lafadz indah kepada-Nya, dan selalu berusaha membuatku menjadi raja untuknya. Beliau adalah Umi Salamah, ibu yang telah melahirkanku sekaligus ayah yang telah merawat dan membesarkanku.
      Tiba-tiba khayalanku lenyap, seorang pria berbadan kekar dengan kumis tipisnya telah berada didepanku dan menatapku dingin tanpa aku sadari sejak kapan dia berdiri.
“ Ada apa pak? ”
“ Ada yang ingin bertemu denganmu! ”
“ Tapi, ini belum waktu besuk pak? “
“ Sudah, jangan bayaka tanya. Cepat keluar!”
      Aku hanya mengikutinya dengan perasaaaan yaang penuh tanya. Disudut ruang besuk, aku melihat sosok pria yang tidak asing lagi. Dia adalah Dimas, adikku. Aku langsung berlari kepadanya dan memeluknya erat.
      Bahuku tiba-tiba basah oleh air matanya, aku semakin bingung melihatnya. Datang pagi-pagi sendiran di tempat yang tidak seharusnya dia datangi.
            “ Dimas, ada apa dek? “
            “ Ibu telah menghadap Tuhan kak... “
      Tubuhku bergetar, jiwaku melayang didalam dunia fantasi kehancuran, seperti mendapatkan sebuah hantaman yang sangat keras. Tidak... sangat, sangat, dan sangat keras. Harapanku untuk tetap bertahan di tempat ini, kini menjadi sebuah puing-puing kaca yang telah pecah.
      Waktu terus berlalu, kejadian pahit yang merubah hidupku kujadikan sebagai obat untuk tetap bertahan ditempat ini. Seiring waktu yang terus berjalan, tidak ada perubahan dalam diriku tetap seperti dulu yang hanya dapat berharap dan berdoa kepada sang Ilahi untuk menjaga ibuku di Surga.

Author   : Sabrianah Badaruddin
                http://www.sabrianahbadaruddin_x2@ymail.com/

    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sebelumnya telah berkunjung ke my blog "Anak Bangsa Berkarya".
Berkunjung lagi ya kali lain! Silahkan memberi komentar atas postingan yang ada!